"SATU BUKTI KONKRIT tidak efektifnya penugasan SKRIPSI untuk pendidikan level S1 adalah, ternyata alumninya jangankan meneliti, nulis artikel pendek saja, tidak suka. Kecuali yang berprofesi sebagai dosen. Yang ini lebih banyak terpaksa dari pada sukarela kegiatan menulisnya. Mengapa? Bikin makalah, jurnal, buku, dituntut oleh manajemen kampus dan jenjang kepangkatanya."
Jadi bagaimana?
Harusnya makin tinggi usia pendidikan kita, makin dewasa memperlakukan mahasiswa. Mereka mestinya diberikan keleluasaan memilih program yang disebut 'student oriented interest'. Artinya, SKRIPSI tidak wajib, kecuali bagi yang ingin lanjut ke S2, dengan menambah jumlah SKS, misalnya 4 SKS.
Jadi, bagi yang semula tidak ingin lanjut S2, ternyata berubah fikiran kemudian ambil, saat menempuh jenjang S2, diwajibkan menambah 4 SKS khusus untuk skripsi ini.
Atau, sebagai pengganti untuk skripsi S1 Keperawatan bisa digunakan untuk penjurusan sebagaimana jurusan S1 lainnya, seperti misalnya Teknik (sipil, mesin, elektro, dll). Jangan hanya S1 Keperawatan tapi tidak ada pilihan jurusan.
Tapi ini adalah ide gila. Akan menuai pro dan kontra. Yang pro, pasti karena tidak suka nulis dan ingin cepat selesai kuliah. Sedang yang kontra, boleh jadi karena berfikir ideal, nyaman dengan berbagai alasan kemajuan insan Indonesia. Walaupun, sejatinya mereka tahu, bahwa, program yang irrelevant itu bisa dihapus saja.
Fleksibilitas mahasiswa mengambil skripsi, membuat pendidikan kita jadi lebih praktis, ringan, simple, murah dan lebih cepat cari kerja.
Kita tunggu saja siapa yang jadi Menteri Pendidikan berikutnya.
No comments:
Post a Comment